Beranda | Artikel
Renungan Dibalik Rangkaian Musibah (Bagian 1)
Senin, 12 Maret 2012

Renungan Dibalik Rangkaian Musibah*

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [آل عمران/102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء/1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا [الأحزاب/70]

أما بعد: فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد r وشرَّ الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة.

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Diantanya adalah nikmat iman dan islam serta nikmat kesehatan.

Kalau bukan karena nikmat Allah niscaya kita tidak akan menjadi seorang muslim dan mukmin. Kalau bukan karena nimat kesehatan yang diberikan Allah kepada kita niscaya kita tidak akan bisa menghadiri acara ini pada kesempata ini.

Selanjutnya selawat beserta salam kita kirimkan untuk nabi kita yang mulia, Muhammad shalllallahu ‘alaihi wa sallam. Yang telah berjuang dan berkoban demi untuk tegaknya ajaran tauhid di permukaan bumi ini. semoga shalawat dan salam juga terlimpah untuk keluarga dan para sahabat beliau, serta orang-orang yang tetap setia mengikuti ajaran beliau sampai hari kemudian.

Bermacam cobaan dan bencana silih berganti menimpa negeri kita tercinta ini. Diawali dari kesemberawutan ekonomi dan politik, datang banjir yang menenggelamkan, diikuti oleh kekeringan dan hama yang menggagalkan panen, dilajutkan dengan fulu burung dan flu babi, diselingi oleh gempa dan banjir bandang, disusul tsunami serta letusan gunung api.  Yang mengakibatkan ribuan nyawa melayang dan jutaan harta benda menghilang.

Namun yang menjadi pertanyaan apakah musibah-musibah tersebut dapat memberikan kesadaran pada diri kita masing-masing. Masihkah belum cukup untuk kita berpikir dan mengambil ‘ibroh dari segala kejadian tersebut? Ataukah kita masih saling menyalahkan, bahkan kita mengira bahwa semua bencana tersebut disebabkan oleh dosa orang lain. Adapun diri kita sendiri tidak pernah bersalah dan tidak pernah berdosa. Atau kita sependapat dengan pandangan dan anggapan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Mereka mengira semua itu hanyalah semata gejala alami yang tidak perlu dipikirkan dan direnungkan?

Kita mengeluh kemiskinan melanda negeri kita tapi parabola menjamur di atas gubuk-gubuk yang hampir reok! Kita mengeluh atas tersebarnya berbagai maksiat di tengah-tengah masyarakat, tapi berbagai media informasi menampilkan acara yang berbau porno dan sex (yang diperhalus dengan istilah pornoaksi dan pornografi), yang kesemuanya disantap oleh anak-anak di bawah umur sampai kakek-kakek yang lanjut usia.

Kerusakan tidak hanya sampai disitu bahkan sampai kepada titik memperolok-olokan agama, menghujat Allah, mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, memutarbalikkan pengertian ayat-ayat Al Qur’an, membikin model ibadah-ibadah baru dan seterusnya. Yang seharusnya pelakunya mendapat hukumman dan kecaman, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya ia mendapat sanjungan sebagai intelektual, sebagai pakar dan berbagai sanjungan lainnya.

Sangat nyata apa yang dikatakan Allah dalam firmannya:

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ }

“Telah muncul kerusakan di darat dan di laut dengan sebab ulah perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagaian (dari) akibat perbuatan mereka, agar Mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar Ruum: 41).

Dalam Al Qur’an berulangkali Allah menceritakan tentang umat-umat yang dibinasakan. Agar kita mengambil ‘ibroh dan pelajaran dari kisah mereka. Mengapa mereka ditimpa azab dan bencana? Apakah karena mereka tidak memiliki alat pendeteksi bencana? Atau karena hal lain yaitu karena durhaka kepada Allah, tidak mau bersyukur kepada Allah, serta melalaikan kebenaran yang diturunkan Allah?

Allah berfirman:

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا [الإسراء/16، 17]

“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya”.

Dan Allah tegas lagi dalam firman-Nya:

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِينَ (16) ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآَخِرِينَ (17) كَذَلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ [المرسلات/16-18]

“Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu?  Kemudian Kami perlakukan  (azab Kami terhadap) merek ) akan orang-orang yang datang kemudian”. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa”.

Berbagai macam bentuk azab telah menimpa umat-umat yang terdahulu. Diantara mereka ada yang dihujani batu kerikil, dan ada pula yang diazab dengan suara keras yang memekakkan telinga, dan ada pula yang dibenamkan kedalam bumi hidup-hidup, dan ada pula yang ditenggelamkan dalam lautan.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ [العنكبوت/40]

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”.

Maka pada kesempatan kali ini kita mencoba merenungkan dan memtik pelajaran dibalik berbagai bencana dan musibah tersebut:

Renungan pertama: Bencana adalah buah dosa perbuatan manusia

Allah tidak akan membinasakan suatu negeri melainkan karena kezaliman telah merajalela ditengah-tengah kehidupan penduduk negeri tersebut, baik terhadap diri Mereka sendiri maupun terhadap orang lain.

Allah berfirman:

{وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ{59}

“Dan Kami tidak pernah menghacurkan berbagai nergeri kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman”. (Q.S. Al Qashash: 59).

Jika kita mencoba melihat diri kita masing-masing sungguh amat banyak kezaliman yang kita perbuat di muka bumi Allah ini.

Diawali dengan kezaliman kepada Allah, dengan berbagai pratek kesyirikan; ada yang memuja arwah nenek moyang, benda-benda kuno serta mempercayai peramal dan tukang tenung. Dan ada pula yang berhias dengan jimat, tumbal, dan sejenisnya. Sebahagian lagi mempercayai benda-benda mati memiliki kekuatan sakti seperti batu, keris dll. Sebahagian yang lain mendatangi dukun atau kuburan demi mencari berkah atau kesembuhan penyakitnya.

Demikian pula kezaliman di tengah masyarakat kita, maksiat semakin menjadi-jadi, seperti; perzinaan, pembunuhan, perampokan, perjudian, penipuan  dan maksiat-maksiat lainnya.

Segala macam bentuk nikmat yang diberikan Allah, kita mamfa’atkan untuk durhaka pada-Nya. Mulai dari mata, kita pergunakan untuk menonton film-film. Lau telinga, kita pergunakan untuk mendengarkan nyanyi-nyanyian. Kemudian lidah. kita pergunakan untuk berkata bohong dan berbagai macam hal haram lainnya.

Nabi r juga menyebutkan dalam sabdanya bahwa bencana adalah buah dari sebuah dosa:

عن أبي موسى t أن رسول الله r قال لا يصيب عبدا نكبة فما فوقها أو دونها إلا بذنب وما يغفو الله عنه أكثر قال وقرأ {وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير}

“Tidaklah seorang hamba ditimpa sebuah bencana baik besar maupun kecil kecuali dengan sebab dosa, dan apa yang dima’afkan Allah jauh lebih banyak” (H.R: At Tirmizi no: 3252)

Kemudian beliau membaca firman Allah:

{وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ{30}

“Dan musibah apa saja yang menimpa kamu, maka adalah dengan sebab usaha tanganmu sendiri dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu”. (Q.S. Asy Syura: 30).

Mulai dari rumah yang kita huni, lalu pakaian yang kita miliki, sampai makanan yang kita kasumsi selalu bersumber dari usaha yang haram. Mungkin  dari hasil rampokan, pembunuhan, pelacuran, korupsi, kolusi, judi, penjualan CD porno, sogok, atau hasil tipuan lainnya. Itulah diri kita, apakah kita tidak pantas untuk diazab?

Dimana Allah akan mengabulkan do’a kita sementara keadaan kita selalu bergelimang dengan segala hal yang haram? Perhatikanlah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan seorang yang menemui kelelahan dalam perjalanan yang panjang, dalam kondisi seluruh tubuhnya di penuhi debu, lalu dia menngangkat kedua telapak tangannya kelangit sambil berdo’a: Ya Tuhanku, Ya Tuhanku. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bagaimana Allah akan mengabulkan do’anya, sedangakan makanannya dari yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dia dibesarkan dari yang haram?”. (H.R. Imam Muslim no: 1015).

Dari hadits diatas jelas sekali bagaimana akibat dari menikmati sesuatu yang haram, sekalipun dia dalam kondisi yang sangat membantu supaya dikabulkan do’anya. Karena dalam sebuah hadits lain disebutkan bahwa do’a musafir itu terkabul sekali, tapi ada hal yang meghalanginya yaitu memakan harta yang haram. Kisah diatas bisa untuk memperbandingkan dan menilai kondisi kita.

Maka tatkala manusia melupakan peringatan-peringatan Allah. Dan mereka benar-benar telah tenggelam dalam kesesatan dan kemaksiatan. Allah membuka pintu-pintu kesnangan duniawi untuk mereka dengan seluas-luasnya. Lalu Allah menurunkan azab kepada mereka secara tiba-tiba.

Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ [الأنعام/44]

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”.

Namun Allah tidak mengazab kita dengan segala dosa yang kita perbuat, akan tetapi hanya sebagian kecil dari balasan dosa kita. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:

{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِم مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَكِن يُؤَخِّرُهُمْ إلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ{61}

“Jikalau Allah menyiksa manusia (sesuai) dengan kezaliman Mereka, niscaya tidak akan tertinggal di atas permukaan bumi ini satupun dari binatang yang melata, tetapi Allah menagguhkan (penyiksaan) Mereka sampai pada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba (waktu yang ditentukan), Mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesa’atpun dan tidak (pula) mendahulukannya”. (Q.S. An Nahl: 61).

Dan firman Allah:

{وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِن دَابَّةٍ وَلَكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيراً{45}

“Dan jikalau Allah mennyiksa amnusia dengan segala apa yang Mereka usahakan, niscaya tidak akan tertinggal di atas permukaan bumi ini satupun dari binatang yang melata, tetapi Allah menagguhkan (penyiksaan) Mereka sampai pada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba (waktu yang ditentukan), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya”. (Q.S. Faathir: 45).

Allah masih memberi kesempatan dan waktu kepada kita untuk bertaubat, untuk kembali kepada jalan yang benar, apakah kita akan menunda-nunda taubat itu, sampai azab Allah yang lebih besar lagi datang kepada kita?

Allah berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54) وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ [الزمر: 54-55]

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”.

Azab Allah bisa datang kapan saja, mungkin diwaktu malam hari saat kita tidur nyenyak, atau diwaktu pagi hari, saat kita sedang sibuk bekerja atau sedang santai bermain-main.

Sebagaimana Allah berfirman:

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ{97} أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ{98} أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ{99}

“Maka apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari kedatangan siksaan Kami di malam hari diwaktu Mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari kedatangan siksaan Kami pada waktu duha ketika Mereka sedang bermain-main? Atau apakah penduduk berbagai negeri merasa aman dari ancaman azab Allah (yang tampa diduga-duga)? Tidaklah yang merasa aman dari ancaman azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Q.S. Al A’raaf: 96-99).

Maka dari itu janganlah kita melalaikan kesempatan yang masih diberikan Allah kepada kita untuk menata hari esok dengan bertaubat dan beramal sholeh kapada-Nya. Sebab tidak seorangpun diantara kita yang mengetahui dimana dan kapan ajalnya akan datang? Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ [لقمان/34]

 

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”

Kita tidak mengetahui dimana kita akan menemui ajal kita! apakah di daratan? di lautan? atau di udara? Kita juga juga tidak dapat mengetahui apa penyebab kita meninggal? Apakah karena sakit, karena gempa?, karena sunami?, karena banjir?, karena kebakaran?, karena kecelakaan atau karena kelaparan? Dan seterusnya.

Bersambung…

Artikel www.Dzikra.com

___________________

* Makalah ini disampaikan Dalam Acara Tabligh Akbar Di Masjid Mukhlishin Pekanbaru. Tgl 07 Januari 2011 – 02 Shafar 1432H


Artikel asli: https://dzikra.com/renungan-dibalik-rangkaian-musibah/